Alangkah Kasarnya Pelawak Kita

referensimuslim.com – Sebelumnya kami menulis Fiqihberkata-kata. Alasan mendasar dari tulisan ini adalah semakin “terbiasanya” masyarakat dengan kata-kata tidak patut. Ditambah media sebagai corong utama pendukung ‘kejahatan’ kata-kata ini.

Sebut saja, acara-acara dagelan atau lawakan yang ditampilkan media, syarat dengan kata-kata kasar, jorok, dan tidak patut di tonton masyarakat umum, terlebih kanak-kanak yang belum mempunyai filter. Mereka belum bisa memilih, mana kata yang baik dan buruk. Naudzubillah tsuma naudzubillah.
Bertabur kata-kata kasar
Sebut misalnya dalam acara Ramadhan kemarin “Sahur Semuan Sahuur” (RCTI), Ucok Baba dikatai “ulat cengkeh” atau “curut” oleh Komeng dan Vincent. Pada tanyangan lain, Komeng berkata kepada Ucok Baba, “Jorok banget studio banyak tikus!” sambil berusaha memukul Ucok Baba.
Dan masih banyak contoh lainnya. Sebut saja, saling ejek antar pemain juga tak luput dari mulut mereka. Misalnya acara “Pesbukers (Pesta Buka Bareng Selebritis)” di ANTV. Misalnya Olga berkata, “Pak RT baru beli musang?” sambil menunjuk Opie Kumis. Deni berkata, “kapan lagi saya nyuapin biawak” kepada Narji.
Pada episode lain, Deni berucap, “muke lu kayak botol ketoprak” kepada seorang pemain. Selanjutnya Deni berpantun, “makan golek makan kue cucur, lu udah jelek, muka hancur” kepada Opie.
Penghinaan, hardikan dan gaya bicara kasar semacam ini begitu mudah kita dengar. Naudzubillah tsuma naudzubillah!
Perilaku kasar dan tidak senonoh
Segala kata-kata kasar ini masih ditambah dengan sejumlah perilaku kasar. Misalnya “THR” menampilkan Ruben menyemburkan air dari mulutnya ke wajah Hendrik.
Atau perilaku tidak senonoh. Misalnya, “Sahurnya OVJ” menayangkan Azis yang berperan sebagai bayi hendak menyusu kepada Nunung. Bibirnya dimonyongkan dan kepalanya didekatkan ke arah dada Nunung.
Pada “Sahur semua Sahuur”, Ucok Baba dikesankan melakukan tindakan tidak senonoh dengan patung kambing dan terdapat adegan yang mengesankan mencengkram alat vital.
Terjadi di sekolah yang berlebel Islam!
Tidak bisa dipungkiri virus seperti ini, gampang sekali menyebar. Sebut misalnya, kegiatan di sebuah sekolah berlebel islam . Ada penampilan drama, judulnya kurang lebih kegiatan siswa di asrama. “Ayo bimbel” kata temannya, “Ah males, bimbel sama Si Upil”. Dialog lainnya “pisang saya besar”. Atau “memang ia bego dan tolol sejak lahir” dan masing banyak dialog-dialog yang kurang lebih sama “kata-kata kasar” dan “tidak senonoh” dalam acara tersebut. Naudzubillah tsuma naudzubillah.
Seorang guru langsung komentar, bertanya kepada guru yang terlibat langsung dalam acara tersebut. “Ini di edit dulu gak?” ia menjawab sembari tersenyum, “Tidak, ini spontanitas!” nah begini jadinya. Sekali lagi, Naudzubillah tsuma naudzubillah!  
Penonton menjadi korban
Komisi penyiaran Indonesia pusat (KPI Pusat) telah memberikan sanksi administratif terhadap seluruh acara-acara yang disebutkan diatas, karena semua yang di tayangkan tersebut melanggar peraturan KPI. Semua acara itu mendapatkan teguran tertulis.
Melihat segala ulah kasar dalam acara komedi, rasanya tidak salah jika ada kesimpulan bahwa para pelawak atau pihak kreatif pembuat acara, satu-satunya cara untuk membuat penonton tertawa hanyalah dengan merendahkan, mencemooh atau menghina orang lain.
Sama sekali tidak ada sensitifitas untuk melihat bahwa tindakan semacam itu sangat tidak pantas dan dapat menimbulkan efek negatif bagi penonton, karena penonton berpotensi untuk melakukan imitasi.
Kalau memang cara untuk membuat orang tertawa adalah dengan demikian, apakah itu kreatif? Apakah itu cerdas? Apa boleh buat, dunia komedi di Indonesia tidak akan mengalami kemajuan jika pihak kreatif atau pelawak selamanya memilih untuk bertahan menampilkan acara yang demikian. Yang jadi korban adalah kita, para penonton.  Termasuk sekolah yang berlebel Islam!
Referensi tulisan: Nina Muthmainah Armando, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Dosen di Departemen Komunikasi FISIP UI

0 Comments

  1. masih ada saja yang seperti itu
    kenapa ada sekola h yang seperti itu?
    kenapa gak di ajarin yang baik
    bagaimana gurunya ?
    khusus nya guru agama

    by : orang SINDIR

  2. emang sekolah islam itu apa namanya ?
    kalo misalkan banyak yang ngomong kasar salah gurunya
    kalo beberapa doang mah salah muridnya
    jadi siapa yang salah guru ataukah murid ??????

  3. Sepertinya saya tahu drama tersebut karena itu berasal dari sekolah anak saya yang ada di Subang.
    tapi, itu bukan anak saya lho… yang ngomong
    harusnya guru-guru di sekolah itu juga harus mencontohkan contoh yang baik,,,
    jika muridnya begitu, bagaimana dgn gurunya???

  4. Bapak, ibu, saudara dan shahabat semua. tulisan ini bukan untuk menghujat sebuah sekolah. bukan juga untuk menyudutkan seorang guru. bukan pula untuk menyalahkan siswa dan murid. tidak! sekali lagi tidak. TIDAK UNTUK MENYALAHKAN SIAPA-SIAPA! ini adalah sebuah fenomena yg patut kita renungkan bersama, solusi bersama! karena kita juga ingin kebaikan itu bersama, bukan hanya milik institusi tertentu,personal,atau kelompok tertentu!

  5. Bagus referensimuslim.com…janganlah forum ini dijadikan sebagai ajang menghujat dan lain sebagainya yang berkonatasi negatif…jadikan forum ini sebagai ajang pelajaran,intropeksi dan perenungan sehingga bisa memunculkan solusi yang baik bagi kita semua…dan perlu diwaspadai tontonan2 yang tidak mendidik khususnya bagi anak2 kita sehingga bisa menyesatkannya. Dan kepada pihak Pemerintah mestinya proaktif dalam menyeleksi tontonan2 khususnya yang ditayangkan di tv. Kalau ini dibiarkan lambat laun negara ini penuh dengan penghuni syetan.

  6. pernah terjadi acara lawak di stasiun tv terkenal, mereka memparodikan Samson dan Delilah, tdk smua umat Islam tau mmg Samson itu siapa, jika kita mempelajari maka Samson itu didalam ajaran Islam adalah Syam'un al-Ghazi, seorang nabi Bani Israel. Walau ceritanya tidak sama tp menurut hemat saya tidaklah pantas seorang nabi/rasul diperolok2 spt itu. Kisah Syam'un ada pada kitab Qishash al-Anbiyya, dll.

Silahkan tulis komentar Anda disini!

Your email address will not be published. Required fields are marked *